Jumat, 26 Desember 2008

Surga


Something that you can see as peaceful place

Minggu, 21 Desember 2008

Twilight Soundtrack



Tracklist :
1. “Supermassive Black Hole” (Muse) – 3:29
2. “Decode” (Paramore) – 4:22
3. “Full Moon” (The Black Ghosts) – 3:50
4. “Leave Out All the Rest” (Linkin Park) – 3:20
5. “Spotlight [Twilight Mix]” (Mute Math) – 3:20
6. “Go All the Way (Into the Twilight)” (Perry Farrell) – 3:27
7. “Tremble for My Beloved” (Collective Soul) – 3:53
8. “I Caught Myself” (Paramore) – 3:55
9. “Eyes on Fire” (Blue Foundation) – 5:01
10. “Never Think” (Robert Pattinson) – 4:29
11. “Flightless Bird, American Mouth” (Iron & Wine) – 4:00
12. “Bella’s Lullaby” (Carter Burwell) – 2:19
13. Paramore - Decode (Acoustic Version)
14. Carter Burwell - Bella’s Lullaby - Remix
15. Rob Pattinson - Let Me Sign (Bonus Track)
16. The APM Orchestra - Clair de Lune (Bonus Track)
17. The Royal Philharmonic Orchestra - La Traviata (Bonus Track)
*Include Digital Booklet

info before downloading

download (plz click DONATE and like Black and White Photography Fan Page)
http://rapidshare.com/files/173495296/sontrek-tuailaig-IndoMp3Z.part1.rar
http://rapidshare.com/files/173481209/sontrek-tuailaig-IndoMp3Z.part2.rar

World Mestizo Ensemble Presents Acoustic Vol 2



Tracklist :
01 - Marian Dacal - Can’t Get You out of My Head
02 - Connie Linch - No Woman No Cry
03 - Jesè Patuel - Ordinary World
04 - Jesè Patuel - Walking on Sunshine
05 - Connie Linch - Roxanne
06 - Jesè Patuel - Only You
07 - Pol Rossingniani - Losing My Religion
08 - Odette Telleria - One More Time
09 - Cristine Camacho - Livin’ on a Prayer
10 - Cristina Camacho - Thank You
11 - Connie Linch - No More I Love You’s
12 - Connie Linch - Happy Together
13 - Pol Rossingniani - Killing Me Softly with His Song
14 - Odette Telleria - Nothing’s Gonna Change My Love for You


download (plz click DONATE and like Black and White Photography Fan Page)
http://rapidshare.com/files/173507223/akustikvol2-IMZ-.part1.rar
http://rapidshare.com/files/173517070/akustikvol2-IMZ-.part2.rar

Kisah 4 Pendekar

Kisah Empat Pendekar Sakti

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

Beberapa waktu lalu saya menghadiri sebuah program pelatihan. Dalam
pelatihan itu para peserta diberikan kesempatan untuk mempraktekan
apa yang biasa kita sebut dengan 'mind power'. Secara teoritis, orang-
orang yang dapat menggunakan mind power dalam pelatihan itu akan
mampu untuk melakukan tiga tantangan yang tampaknya tak gampang.
Tantangan pertama menjatuhkan bola lampu dari ketinggian tertentu
menimpa keramik yang biasa digunakan sebagai lantai rumah. Tetapi
yang pecah keramiknya, bukan bola lampunya. Tantangan kedua, tingkat
kesulitannya lebih tinggi karena harus mematahkan sebatang besi
dengan menggunakan kertas koran. Dan, yang lebih sulit dari itu
adalah mematahkan sebatang pensil dengan menggunakan kertas HVS. Anda
percaya semua itu bisa dilakukan? Mind power bisa membantu
menyelesaikannya.

Ketika orang-orang mencoba semua tantangan itu, saya teringat sebuah
kisah klasik tentang seorang sakti dengan ketiga muridnya. Saat
kesaktian para muridnya sudah sangat tinggi, sang guru tahu bahwa dia
harus segera pergi. Untuk itu dia harus mempercayakan perguruannya
kepada penerusnya. Setelah itu, Sang Guru akan memasuki tahap akhir
dari misi hidupnya, yaitu; pergi melanglangbuana. Pertanyaannya
adalah; kepada siapa dia harus memberikan kepercayaan itu? Ketiga
muridnya sama-sama sakti. Sama-sama baik. Dan sama-sama hebat.
Akhirnya, Sang guru memutuskan untuk memberikan tiga jenis ujian.

Ujian pertama menjatuhkan sebutir telur dari puncak tebing menimpa
batu cadas, namun telur itu tidak pecah. Ini tugas yang paling
gampang. Kedua, mengosongkan air di telaga dengan menggunakan jari
telunjuk. Tentu yang ini agak sulit. Dan yang ketiga, membuat ukiran
hati masing-masing pada lempengan besi hanya dengan menggunakan
tatapan mata. Pastilah tantangan ketiga ini yang paling sulit
dilakukan. Sedangkan untuk meneyelesaikan semua tantangan itu, mereka
hanya diberi waktu selama tiga hari. Barangsiapa bisa menyelesaikan
ujian itu; maka dia mendapatkan warisan perguruan beserta seluruh
aset yang ada didalamnya.

Dihari yang ditentukan, para murid menghadap Sang Guru. Lalu Sang
Guru memberi kesempatan kepada murid pertama untuk menunjukkan semua
yang sudah dilakukannya. Dia membawa telur ayam itu dalam keadaan
utuh, sedangkan batu cadas yang tertimpa hancur berantakan. Pastilah
dia memiliki ilmu gingkang yang sangat tinggi sehingga bisa
dipindahkan kepada sebutir telur. Lalu, dia menunjukkan telaga yang
kering kerontang. Tak setetes pun air yang masih tersisa didalamnya.
Membuktikan bahwa dia bisa melakukan pekerjaan besar hanya dengan
menggunakan telunjuknya. Kemudian, dia menyerahkan sebongkah besi
baja yang berukir hati dengan ukuran yang sangat besar. Ini
membuktikan bahwa tatapan matanya begitu kuat sehingga baja sekalipun
tunduk kepadanya.

Sang Guru kemudian berkata; "Muridku, ukuran hati kamu begitu
besarnya. Mengapa bisa demikian?"
"Guru," sang murid sakti menjawab, "saya memiliki kebesaran hati
untuk menjalani segala sesuatu dalam hidup ini." lanjutnya. "Saya
tidak gentar menghadapi apapun. Karena saya yakin bahwa saya bisa
menyelesaikan segala sesuatu dengan baik." Dia menjelaskan dengan
semangat yang berapi-api. Sangat terasa aura kebesaran hati yang
dipancarkannya.

Murid kedua mendapatkan gilirannya. Dia menunjukkan semua bukti
kesaktiannya, seperti murid pertama. Namun, ukiran hati dalam
lempengan besi itu ukurannya sangat kecil sekali, hingga nyaris tidak
kelihatan. Sang guru bertanya;"Muridku, aku lihat ukuran hati kamu
sebegitu kecilnya. Mengapa bisa demikian?"

"Guru," jawab sang murid sakti, "ciut hati saya jika harus melakukan
suatu keburukan. Saya sangat takut kalau harus melakukan hal-hal yang
melanggar norma dan etika." Lanjutnya. "Saya tidak memiliki cukup
keberanian untuk mempertaruhkan kehormatan." Dia menjelaskan dengan
mata berkaca-kaca. Sangat terasa aura kerendahan hati yang
dipancarkannya.

Lalu, tibalah giliran murid ketiga. Dia membawa telur utuh, dan batu
karang yang hancur lebur. Dia juga menunjukkan lempengan baja yang
berlubang membentuk hati. Namun, ketika ditanya tentang telaga, sang
murid menjawab; "maaf guru, saya tidak mengosongkan telaga itu,"
katanya. "Mengapa?" begitu Sang Guru bertanya.

Sang Murid mengatakan bahwa setelah berhasil menyelesaikan tugas
paling mudah – menjatuhkan telur diatas batu cadas – dia berpikir
untuk langsung menyelesaikan tugas yang paling sulit, yaitu; mengukir
hati pada lempengan besi hanya dengan menggunakan tatapan mata.
Sebab, jika tugas paling mudah dan paling sulit bisa dituntaskan,
pasti tugas yang sedang-sedang saja bisa terselesaikan. "Tetapi,"
kata Sang Guru, "Kamu tetap harus membuktikannya terlebih dahulu."

"Benar, Guru," jawab sang murid. "Semula saya berpikir untuk
mengeringkan telaga itu. Tetapi," lanjutnya. "Setelah membuat lubang
tembus pandang berupa hati dibesi itu; seolah saya bisa memasukinya,
dan tiba-tiba saja saya merasakan hati saya berbicara." katanya.

"Apa yang dikatakan oleh hatimu?" tanya Sang Guru.
Sang murid menceritakan bahwa ukiran hati pada baja itu
berkata; "Setelah ujian paling sulit kamu taklukan, pastilah kamu
bisa menyelesaikan ujian yang lebih mudah. Tetapi, jika kamu
menyelesaikan ketiga ujian itu, maka kamu berubah menjadi sombong,"
katanya. "Saya tidak ingin hati ini berubah menjadi sombong,"
lanjutnya. "Jadi, saya memutuskan untuk tidak mengeringkan telaga
itu."

"Aku mengerti," kata Sang Guru. "Namun, tahukah kamu bahwa tidak
melakukannya berarti kehilangan kesempatan untuk mendapatkan warisan
perguruan?" Sang murid mengangguk. Dia menerima konsekuensi atas
keputusannya. "Bukankah kamu tahu bahwa mewarisi perguruan ini
merupakan dambaan semua orang?" Sang Guru meyakinkan. Sang murid
kembali mengangguk. "Bukankah dengan mewarisi perguruanku, kamu akan
mempunyai kedudukan tinggi dan dihormati?" Lanjut Sang Guru. Sang
murid tetap pada keputusannya; melepaskan kesempatan memiliki
perguruan itu.

Lalu, Sang Guru membagi dua perguruan itu. Setengahnya diberikan
kepada muridnya yang memiliki ukuran hati besar. Diperguruan itu,
kemudian dia mengajarkan tentang optimisme, semangat pantang
menyerah, dan kebesaran hati. Setengahnya lagi diberikan kepada
muridnya yang mempunyai ukuran hati sangat kecil. Diperguruan itu,
kemudian dia mengajarkan tentang menjaga kehormatan, menjauhi
keburukan, dan memupuk kerendahan hati. Itulah sebabnya, mengapa
sangat mudah bagi kita untuk menemukan guru yang mengajarkan tentang
kebesaran hati. Juga mudah untuk menemukan guru yang mengajarkan
tentang kerendahan hati. Dari kedua perguruan itu, orang-orang
kemudian belajar berjiwa besar dan menjaga kesucian diri. Lalu
menggabungkan kedua sikap itu untuk menjadikan dirinya; manusia
berkemampuan tinggi yang memiliki budi pekerti.

Muridnya yang ketiga? Dia tidak mendapatkan sedikitpun dari warisan
perguruan. Sebab, setiap orang harus menerima konsekuensi atas
tindakan dan keputusan yang diambilnya. Namun, dari semua yang sudah
dilakukannya, dia mendapatkan hadiah lain; Sang Guru membawanya pergi
melanglangbuana. Itulah sebabnya, guru yang membimbing kita cara
membaca isyarat hati; tidak selalu mudah dicari. Karena, guru seperti
itu jarang menetap. Mereka melanglangbuana. Menjelajah hidup. Dan tak
terikat ruang dan waktu. Namun, ketika hendak pergi, Sang Guru
berkata kepada kedua murid pewaris perguruannya; "Meskipun tak
kelihatan, namun kami tetap berada didalam hatimu." Katanya. "Jika
kalian ingin menemui kami, maka kalian tahu dimana harus
mencari...." Lalu, kedua orang sakti itu memudar. Menyatu dengan
udara. Kemudian terbang bersama angin. Mereka pergi
melanglangbuana. ....

Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://www.dadangkadarusman. com/

Catatan Kaki:
Hati itu seperti prasasti. Hanya berguna bagi mereka yang bersedia
membaca isyarat, dan menerima nasihat.

Senyumlah

SENYUMLAH...

Kisah di bawah ini adalah kisah yang saya dapat dari milis alumni
Jerman, atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di
sana. Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan
seumur hidup.

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan
kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi.
Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan
setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi
nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi keluar dan
memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan
mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta
untuk mempresentasikan di depan kelas. Saya adalah seorang yang
periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang.
Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan
anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk
pergi ke restoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu
udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk
dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani
si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak
setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang
yang semula antri di belakang saya ikut menyingkir keluar dari
antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan
melihat mengapa mereka semua pada menyingkir? Saat berbalik itulah
saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata
tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang
sangat dekil! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang
lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia
sedang "tersenyum" ke arah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot
matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap ke
arah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya'
di tempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung
beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan
dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika
teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki
kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di
belakang temannya.

Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi
mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya
merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam
antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga
tiba2 saja sudah sampai di depan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin
saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan.
Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona."
Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli
oleh mereka (sudah menjadi aturan di restoran disini, jika ingin
duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus
membeli sesuatu).. Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin
menghangatkan badan.

Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat
terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka
mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang
hampir semuanya sedang mengamati mereka...

Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua
mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti
juga melihat semua 'tindakan' saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk
ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum
dan minta diberikan dua paket makan pagi (di luar pesanan saya)
dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang
ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke
meja/tempat duduk suami dan anak saya.. Sementara saya membawa
nampan lainnya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah
dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan
berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di
atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil
saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu
mulai basah berkaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih
banyak, nyonya."

Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya
berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk
kalian,Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan
sesuatu ke telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada
kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan
memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya
merengkuh kedua lelaki itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan
meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang
tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya
mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang
saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang
pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak2ku!"

Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami
benar2 bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah
kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat
sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan
meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka
satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat
tangan' dengan kami. Salah satu di antaranya, seorang bapak,
memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah memberikan
pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu
saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang
telah kamu contohkan tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum
beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat ke arah
kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin
kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum, lalu
melambai2kan tangannya ke arah kami. Dalam perjalanan pulang saya
merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang
tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan' yang tidak pernah terpikir
oleh saya.

Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang'
Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita'
ini di tangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya.
Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen
saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah
saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati
saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk
membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan
dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi.
Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan
ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah
ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung,
sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang di dekat saya di
antaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Di akhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup
ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis di
akhir paper saya. "Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan
mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu
itu."

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk
menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku,
guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir
saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang
tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun,
yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT."

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi
oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan
memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana
cara MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG
KITA MILIKI, dan bukannya MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK
KITA, DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA!

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda,
teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini
ada 'malaikat' yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang
membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu
(sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran
tangannya!

Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari
kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan
meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.

Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk
berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang
kehilangan uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan
teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan
keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan memberikan
kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak
melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap
harus BERIKHTIAR untuk bisa mendapatkannya.

Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi orang-
orang tua yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari
PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk
bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri

Sabtu, 06 Desember 2008

Benny & Mice