Minggu, 21 Desember 2008

Senyumlah

SENYUMLAH...

Kisah di bawah ini adalah kisah yang saya dapat dari milis alumni
Jerman, atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di
sana. Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan
seumur hidup.

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan
kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi.
Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan
setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi
nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi keluar dan
memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan
mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta
untuk mempresentasikan di depan kelas. Saya adalah seorang yang
periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang.
Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan
anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk
pergi ke restoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu
udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk
dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani
si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak
setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang
yang semula antri di belakang saya ikut menyingkir keluar dari
antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan
melihat mengapa mereka semua pada menyingkir? Saat berbalik itulah
saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata
tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang
sangat dekil! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang
lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia
sedang "tersenyum" ke arah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot
matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap ke
arah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya'
di tempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung
beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan
dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika
teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki
kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di
belakang temannya.

Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi
mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya
merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam
antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga
tiba2 saja sudah sampai di depan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin
saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan.
Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona."
Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli
oleh mereka (sudah menjadi aturan di restoran disini, jika ingin
duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus
membeli sesuatu).. Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin
menghangatkan badan.

Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat
terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka
mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang
hampir semuanya sedang mengamati mereka...

Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua
mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti
juga melihat semua 'tindakan' saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk
ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum
dan minta diberikan dua paket makan pagi (di luar pesanan saya)
dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang
ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke
meja/tempat duduk suami dan anak saya.. Sementara saya membawa
nampan lainnya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah
dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan
berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di
atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil
saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu
mulai basah berkaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih
banyak, nyonya."

Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya
berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk
kalian,Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan
sesuatu ke telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada
kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan
memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya
merengkuh kedua lelaki itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan
meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang
tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya
mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang
saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang
pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak2ku!"

Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami
benar2 bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah
kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat
sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan
meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka
satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat
tangan' dengan kami. Salah satu di antaranya, seorang bapak,
memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah memberikan
pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu
saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang
telah kamu contohkan tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum
beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat ke arah
kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin
kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum, lalu
melambai2kan tangannya ke arah kami. Dalam perjalanan pulang saya
merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang
tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan' yang tidak pernah terpikir
oleh saya.

Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang'
Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita'
ini di tangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya.
Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen
saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah
saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati
saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk
membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan
dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi.
Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan
ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah
ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung,
sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang di dekat saya di
antaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Di akhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup
ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis di
akhir paper saya. "Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan
mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu
itu."

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk
menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku,
guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir
saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang
tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun,
yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT."

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi
oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan
memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana
cara MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG
KITA MILIKI, dan bukannya MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK
KITA, DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA!

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda,
teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini
ada 'malaikat' yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang
membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu
(sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran
tangannya!

Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari
kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan
meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.

Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk
berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang
kehilangan uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan
teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan
keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan memberikan
kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak
melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap
harus BERIKHTIAR untuk bisa mendapatkannya.

Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi orang-
orang tua yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari
PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk
bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar